PANGKALPINANG LBC – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengadakan audiensi dengan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Bangka Belitung di ruang Banmus, Senin (28/7/2025).
Audiensi ini membahas isu penting mengenai status wilayah desa yang termasuk dalam kawasan hutan, yang selama ini menjadi penghalang bagi kemajuan desa dan kepastian hukum untuk kepemilikan tanah rakyat.
Para kepala desa menjelaskan bahwa lahan pertanian dan tanah yang dimiliki warga di sejumlah desa kini terletak di area yang diklaim oleh negara sebagai hutan, sehingga menimbulkan keresahan dan pembatasan dalam pengembangan.
Ketua DPRD Babel, Didit Srigusjaya, memimpin audiensi tersebut dan menyatakan bahwa DPRD siap mendukung aspirasi ini. Ia mengungkapkan bahwa telah menerima surat dari perwakilan kepala desa, khususnya dari Sembawang dan sekitarnya, yang meminta penjelasan dan dukungan terkait status lahan yang terdampak oleh kawasan hutan.
“Kami menyadari adanya kesalahpahaman dalam penyampaian regulasi mengenai kawasan hutan. Ini tidak sepenuhnya merupakan kesalahan Satgas, karena tanggung jawab sosialisasi berada di tangan pemerintah daerah,” ungkap Didit.
Ia menekankan bahwa hasil dari pertemuan ini merupakan momen yang sangat penting. DPRD bersama APDESI dan pemerintah desa akan berusaha mencari solusi melalui saluran resmi, termasuk berkomunikasi dengan Kejaksaan Tinggi dan lembaga terkait di tingkat pusat.
Didit meminta kepada para kepala desa untuk segera mengumpulkan data akurat tentang lahan pertanian warga yang berada di kawasan hutan.
Data tersebut harus disusun dan diajukan dalam rentang waktu dua minggu sebagai dasar perjuangan di tingkat pusat.
“Kami butuh waktu 14 hari, dua minggu, untuk mengumpulkan data yang lengkap dan benar. Hindari adanya data yang tidak valid. Kita berjuang untuk hak rakyat, bukan untuk kepentingan perusahaan,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa perjuangan ini murni untuk kepentingan petani dan masyarakat kecil yang selama ini bergantung pada lahan untuk kehidupan. Ini bukan untuk kepentingan korporasi.
“Jika itu kepentingan perusahaan, kami tidak akan membela. Tetapi jika petani yang memiliki lahan hanya 5 hektare, itu yang perlu kita dukung. Harapan kami pemerintah pusat dapat memberikan ruang dan solusi,” kata Didit.
Audiensi diakhiri dengan harapan besar agar usaha ini dapat menghadirkan keadilan bagi masyarakat desa, terutama bagi mereka yang selama ini mengalami ketidakjelasan mengenai status lahan.