Audiensi Antara DPRD Babel dan Forum Nelayan Pecinta Teluk Kelabat

PANGKALPINANG LBC – Pimpinan Komisi II DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Himmah Olvia, S.Pi, menyoroti melemahnya posisi pemerintah daerah dalam pengelolaan tata ruang dan kebijakan zonasi wilayah. Ia menilai kewenangan daerah dalam menyusun serta mengawasi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan pola pengelolaan wilayah semakin terbatas akibat dominasi pemerintah pusat.

 

Hal itu disampaikan Himmah dalam audiensi antara DPRD Babel dan Forum Nelayan Pecinta Teluk Kelabat, Selasa (7/10/2025), di Ruang Banmus DPRD Babel. Audiensi tersebut membahas persoalan tata ruang pesisir dan perairan Teluk Kelabat yang berpotensi tumpang tindih dengan aktivitas pertambangan dan perkebunan di wilayah sekitar.

 

Dalam forum itu, Himmah mengungkapkan kekecewaannya terhadap sulitnya akses informasi tata ruang dari instansi teknis pusat. Ia menyebut beberapa wilayah yang zonasinya tiba-tiba berubah tanpa pemberitahuan resmi kepada pemerintah daerah, seperti kawasan Alexander dan Simpang Empat Kantor Gubernur.

 

“Kami minta informasi ke instansi teknis, tapi tidak pernah dijelaskan dengan tuntas. Padahal kita sama-sama tahu, 90 persen wilayah Jalur Tanah itu daratan. Tapi dalam peta RDTR, tiba-tiba berubah jadi zona lain tanpa koordinasi,” ujar Himmah dengan nada tegas.

 

Ia juga menyoroti perubahan mendadak pada zona T5 dan T25 dalam peta tata ruang yang terjadi tanpa sepengetahuan DPRD maupun masyarakat.

 

“Zonasi tiba-tiba berubah tanpa diketahui daerah. Daerah hanya kebagian dampaknya, bukan kewenangannya. Padahal kalau regulasi dan kewenangan ini diberikan kepada daerah, saya yakin persoalan selesai di tangan Pak Gubernur,” tegasnya lagi.

 

Menurut Himmah, persoalan tata ruang di Bangka Belitung tidak bisa dilepaskan dari lemahnya kewenangan daerah dalam sektor pertambangan. Pemerintah daerah, katanya, hanya menjadi pelaksana tanpa kendali penuh dalam mengatur kebijakan ruang dan eksploitasi sumber daya alam.

 

“Kewenangan pusat hari ini terlalu besar. Daerah seperti hanya kebahagiaan. Padahal kami tahu kondisi lapangan. Kalau daerah diberi ruang mengatur, semua bisa selesai,” ujarnya.

 

Lebih lanjut, Himmah menyinggung pentingnya penegakan Peraturan Daerah tentang SNPM3K (Satu Nusa, Satu Marwah, Satu Pulau, Satu Kebijakan Kelautan), yang menjadi dasar hukum serta identitas Bangka Belitung sebagai provinsi kepulauan. Namun, ia menilai perda tersebut belum dijalankan sebagaimana mestinya.

 

“Perda SNPM3K itu mahkota kita sebagai provinsi kepulauan. Tapi hari ini, mohon maaf, perda itu seolah diinjak-injak oleh kebijakan pusat,” tutup Himmah disambut riuh peserta audiensi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *