PANGKALPINANG LBC – Dunia saat ini sedang bergulat dengan triple planetary crisis yang mengacu pada perubahan iklim, keanekaragaman hayati, serta polusi dan limbah. World Economic Forum dalam Global Risks Report (2023) menyatakan krisis tersebut menjadi momentum mempercepat transisi energi dan menuju ekonomi hijau. Transisi energi disinyalir dapat mengurangi emisi CO2 hingga 70 persen pada 2050. Namun, Indonesia menghadapi tantangan trilema energi untuk mencapai kemandirian energi nasional.
Energi berbasis fosil dinilai memiliki tingkat sensitivitas tinggi terhadap konflik geopolitik. Hal ini memberikan tekanan terhadap ketersediaan energi di tengah pemulihan ekonomi pascapandemi bagi negara-negara G20. Untuk itu, transisi energi diharapkan menjadi salah satu terobosan penting dalam menopang fondasi ketahanan energi. pentingnya peran anggota G20 untuk fokus pada transisi energi yang harus dilakukan secara komprehensif dan hati-hati dalam berbagai tahapan dengan mempertimbangkan daya saing, biaya, ketersediaan dan keberlanjutan.
Laporan World Energy Council (2024) menunjukkan negara yang berhasil mengelola ketahanan energi adalah yang mampu menyeimbangkan ketiga aspek trilema energy (ketahanan energi, affordability, dan sustainability) Artinya, strategi ketahanan energi tidak hanya fokus pada aspek ekonomi dan teknis, tetapi juga harus mempertimbangkan dampak lingkungan jangka panjang.
Rantai pasokan energi yang aman dan tangguh, sangat penting dalam menjaga ketahanan energi di masa depan serta mencapai target Net Zero Emission (NZE). Kondisi ini dibantu dengan keterlibatan semua pihak melalui kerja sama global hingga pada level penerapan teknologi bersih yang inovatif, seperti Carbon Capture Storage/Carbon Capture Utilization Storage (CCS/CCUS).
Mengantisipasi kondisi tersebut, Indonesia menetapkan Peta Jalan NZE 2060 melalui Grand Startegi Energi Nasional (GSEN) sebagai bentuk strategi jangka panjang. sebagai negara kepulauan dan emerging economy, ketahanan energi bagi Indonesia erat kaitannya dengan kebutuhan dasar kita, strategi dan perencanaan jangka panjang, serta upaya besar-besaran untuk menyediakan akses energi yang berkelanjutan bagi semua, termasuk di daerah terpencil dan masyarakat yang terpinggirkan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto turut menyampaikan bahwa Pemerintah telah meningkatkan target komposisi Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) dalam bauran energi menjadi sebesar 23% pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050.
Indonesia mempunyai potensi pemanfaatan sumber EBET, misalnya pembangunan Green Industrial Park di Kalimantan Utara yang sumber energinya dari Sungai Kayan. Potensi hydro power Sungai Kayan diperkirakan 11-13 gigawatt. Indonesia juga mempunyai energi hijau lainnya dalam bentuk panas bumi.
Potensi panas bumi di Indonesia termasuk yang terbesar di dunia dengan ratusan titik potensi yang tersebar membentang di seluruh Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, potensi panas bumi di Indonesia sekitar 23,4 gigawatt dengan kapasitas terpasang PLTP sebesar 2,3 gigawatt, sehingga Indonesia berada pada posisi kedua di dunia setelah Amerika Serikat dalam memanfaatkan panas bumi sebagai tenaga listrik.
Transisi energi yang sedang dilakukan Indonesia menjadi salah satu upaya menjaga ketahanan energi dan mewujudkan ekonomi hijau di Indonesia. Transisi energi juga menunjukkan komitmen Indonesia untuk memperluas akses terhadap teknologi yang terjangkau dan bersih guna mendorong pemulihan ekonomi yang berkelanjutan dan lebih hijau.
Dalam mendukung percepatan transisi energi di dalam negeri, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik guna mendorong target penurunan emisi Indonesia tahun 2030. Di samping itu, Indonesia meningkatkan komitmen pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC) pada tahun 2030 dengan target penurunan emisi per 23 September 2022 sebesar 31,89% (sebelumnya 29%) unconditionally dan 43,20% (sebelumnya 41%) conditionally. Dengan berbagai program Pemerintah dan investasi ini, diharapkan Indonesia berpeluang mencapai target net zero emissions pada tahun 2060 atau lebih cepat sesuai dengan Perjanjian Paris.