Korban Penganiayaan Wartawan Kritik Perubahan Pasal, Pertanyakan Kebebasan Pers

BANGKA LBC – Kasus dugaan penganiayaan terhadap wartawan kembali menjadi sorotan publik setelah penyidik Polres Bangka mengeluarkan surat pernyataan resmi pada Senin, 12 Mei 2024. Setelah enam bulan sejak laporan awal dilayangkan, penyidikan kasus ini memasuki fase yang lebih serius. Namun, perubahan pasal dalam penyidikan menuai kritik dari Jecknizar, korban sekaligus jurnalis Harian Online Nasional Metrozone.net.

 

Kapolres Bangka, AKBP Toni Sarjaka, menegaskan bahwa proses hukum masih berjalan. “Kasus tersebut terus berjalan, saat ini sudah masuk ke tahap penyidikan,” ujarnya.

 

Pernyataan ini sempat menumbuhkan harapan bagi Jecknizar, yang sebelumnya khawatir kasusnya akan berlarut-larut. “Syukurlah, semoga perkara ini dapat terselesaikan dengan baik. Kami percaya, Polres Bangka akan bertindak presisi dan mampu menegakkan supremasi hukum tanpa pandang bulu,” kata Jecknizar.

 

Namun, harapan itu mulai memudar ketika Jecknizar menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) dari Polres Bangka pada 19 Juni 2024. SP2HP menyebutkan bahwa kasusnya telah naik ke tingkat penyidikan berdasarkan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan. Hanya beberapa minggu kemudian, pada 11 Juli 2024, Jecknizar diberitahu bahwa pasal yang digunakan dalam penyidikan berubah menjadi Pasal 352 KUHP, yang memiliki ancaman hukuman lebih ringan. Perubahan ini dikonfirmasi pada 13 Juli 2024, menimbulkan keprihatinan mendalam dari pihak korban.

 

Jecknizar tidak hanya mengkritik perubahan pasal dalam kasusnya, tetapi juga menekankan pentingnya melindungi kebebasan pers. “Kebebasan pers adalah pilar utama demokrasi yang harus dijaga,” tegasnya. Ia mengingatkan bahwa kebebasan pers tidak hanya diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, tetapi juga dijamin oleh konstitusi sebagai hak fundamental.

 

Lebih lanjut, Jecknizar menjelaskan bahwa UU Pers memberikan perlindungan hukum yang kuat bagi jurnalis dari segala bentuk intimidasi atau ancaman. “Jika ada yang mencoba menghalangi atau mengancam tugas jurnalis, mereka dapat dikenakan sanksi pidana,” jelasnya. Perlindungan ini, menurutnya, sangat penting agar jurnalis dapat bekerja tanpa rasa takut dan menjaga integritas dalam melaporkan fakta.

 

Jecknizar juga menggarisbawahi bahwa kebebasan pers bukan berarti tanpa batas. “Jurnalis harus menyajikan informasi yang akurat, berimbang, dan tidak menyesatkan. Perlindungan hukum ini harus diimbangi dengan tanggung jawab profesional,” tambahnya.

 

Bagi Jecknizar, perubahan pasal dalam kasusnya bukan hanya soal teknis hukum, tetapi menyangkut masa depan kebebasan pers di Indonesia. Ia mendesak pemerintah dan masyarakat untuk lebih memahami peran pers sebagai lembaga kontrol sosial yang independen. “Serangan terhadap jurnalis adalah serangan terhadap demokrasi itu sendiri,” tutupnya.

 

Polres Bangka diharapkan dapat menjalankan tugasnya dengan hati-hati agar tidak menimbulkan kesan bahwa institusi kepolisian digunakan sebagai alat untuk mempolitisasi hukum atau melakukan kriminalisasi terhadap pihak tertentu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *